Gerhana Bulan Sebagai Bukti Ketaatan Semesta. oleh Sulton Dedi W, S.Pd., M.Pd. Ranting Muhammadiyah Sidomojo-Krian.
FASCO.ID-Selasa, (8/11/22) malam, ba’da shalat Maghrib dan Sunnah Ba’diyah, seluruh jama’ah Masjid Sabilil Haq Tundungan Sidomojo-Krian melaksanakan shalat gerhana bulan (khusuf) secara berjama’ah. Sebelum shalat dimulai seperti biasa, kami selaku Imam dan khatib menyampaikan secara singkat kaifiyah atau tata cara shalat gerhana bulan sebagai reminder. Jama’ah yang terdiri dari Ibu-ibu, bapak-bapak, dan anak-anak mengikuti dengan khusyuk hingga akhir shalat.
Perintah Shalat Khusuf ini sendiri adalah perintah Rasulullah SAW sebagaimana tersebut dalam hadits Bukhori.
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan terjadi bukanlah disebabkan oleh kematian atau kelahiran seseorang, namun keduanya merupakan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Apabila kalian melihatnya, maka sholatlah!.”
Kemudian dilanjutkan dengan khutbah singkat yang berisi pesan dan nasehat. Dalam khutbah singkat sekitar 15 menit ada beberapa poin penting yang perlu disampiakan. Pertama bahwa ketika kita mendirikan Shalat Khusuf kali ini merupakan bukti ketaatan kita sebagai hamba Allah SWT dan ummat Muhammad SAW. Menegakkan sunnah Shalat Khusuf sebagaimana tradisi syariat yang dilakukan Nabi, sahabat, tabi’in, dan orang-orang saleh ketika terjadi gerhana bulan.
Hadits ke 9 dalam Arbain Nawawi, Abu Hurairah menyebutkan, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Apa-apa yang aku larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian hendaknya kalian melakukannya semampu kalian. Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka kepada Nabi-Nabi mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits diatas sebenarnya masih dalam satu rangkaian redaksi kalimat wahyu serupa dalam Al Quran surat Al Hasyr ayat ke 7 yang maknanya, “Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau larang maka jauhilah.” Dan surat At Taghobun ayat 16 yang berarti, “Maka bertakwalah kalian kepada Allah sesuai kemampuan kalian masing-masing.”
Kedua, ini adalah bukti kesyukuran kita kepada Sang Maha Kuasa alam semesta. Yang dengan kudrat dan irodatNya perputaran bumi, bulan dan matahari ini terjadi. Tidak bisa kita bayangkan seandainya mereka berhenti berputar dan melawan perintahNya untuk tunduk dan bersujud. Berhenti berputar atau berputar tidak pada poros yang semestinya.
Ini sekaligus bukti ketaatan dalam harmoni semesta terhadap Sang Penciptanya. Sebagaimana terjadinya siang dan malam, penciptaan langit-langit dan bumi, mengorbitnya bumi, bulan, dan matahari dan planet serta gugusan bintang di angkasa yang bergerak berirama secara teratur adalah bukti ketaatan seluruh penghuni semesta kepada Yang Maha Kuasa. Tunduk dan patuh pada stakeholder tertinggi Allah SWT.
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin ayat 37-40).
Ketiga, memperbanyak kalimat dzikir seperti tasbih, takbir dan tahmid. Mengingat kesucian Allah dengan kalimat tasbih, mengingat kebesaranNya dengan kalimat takbir, dan mengingat keluasan rahmat dan karuniaNya dengan kalimat tahmid. Meskipun konteks dan implementasi kalimat dzikir setiap makhluk berbeda namun dengan kehadiran kita di masjid ini merupakan salah satu wujud dzikir kita juga terhadapNya.
“Fadzkuruni adzkurkum wasykuruli wala takfurun (Al Baqoroh 152).” Yang maknanya “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”
Mendekatkan diri, jiwa dan raga, lisan dan perbuatan untuk merengkuh ridhoNya. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan memiliki banyak kekurangan. Kekuatan manusia dalam segala aspek dan bentuk masih dan tetap tidak akan mampu mengalahkan kekuatan alam semesta yang hanya tunduk atas perintah Allah SWT.
Sebagaimana makna Ulul Albab (golongan orang-orang yang berakal) dalam surat Ali Imron ayat 190-191 yang mampu mengingat Allah dengan ilmu dan pengetahuan yang dimiliknya kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun dalam dzikir dan tadabburnya terhadap alam semesta dan penciptaannya.
Karena kemampuan untuk melihat, mendengar, merasakan, merenungi, dan mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian di alam semesta inilah yang akan menjadi prasyarat dilekatkannya ulul albab.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang yang mengingat Allah, sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Ketika air hujan dan angin menyatu maka kekuatan seperti apa yang bisa menundukkannya.
Ketika bumi batuk maka siapa pula yang bisa menahannya walau sesaat. Ketika ombak dilautan dan angina bergerak dasyat maka apapun yang dilewatinya akan terbawa olehnya. Maka tidak ada daya dan kekuatan selain atas izin Allah SWT yang bisa mengalahkannya. La haula wa laa quwwata illa billah.
Yang terkahir, pada kesempatan momen Shalat Khusuf kali ini mari kita memperbanyak sedekah. Sedekah dalam bentuk apa saja; makanan dan minuman, melafadzkan kalimat thoyyibah dan dzikir dengan niat lillahi ta’ala bukan karena alasan menjalankan tradisi atau budaya. Alasan-alasan yang mengandung syirik, tahayyul dan khurafat. Yang justru akan mendatangkan kemurkaan dan amarah sang Pencipta.
Mudah-mudahan amalan kita pada malam hari ini dicatat sebagai amalan golongan ulul albab. Amalan yang mendatangkan keridhoan dan keberkahan untuk diri pribadi, keluarga, dan jama’ah. Aamiin