Menjadikan Masjid Tempat Keramat oleh Sulton D. W., Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sidomojo, Krian – Sidoarjo
Mengapa masjid perlu dijadikan sebagai tempat yang keramat? Apa masjid kita selama ini belum keramat? Bagaimana cara mengeramatkan masjid? Untuk apa kita mengeramatkan masjid?
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa terdapat dua makna untuk kata ‘keramat’. Makna pertama yaitu suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan (tentang orang yang bertakwa). Kedua, suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain (tentang barang atau tempat suci).
Makna kedua akan lebih tepat bila disandingkan dengan masjid sebagai tempat peribadatan ummat islam. Sebagai rumah kedua kita sebelum menuju rumah ketiga yaitu alam kubur. Tempat kita bersujud lima kali sehari semalam menjalankan syariat shalat lima waktu secara berjama’ah. Tempat untuk melipat jarak duniawi untuk melihat akhirat secara lebih dekat bahkan dari diri kita sendiri sebagaimana pesan Ibn Atho’ilah.
Jika demikian maka prasyarat utama adalah faktor kesucian dan kebersihannya. Oleh siapa? Tentu kita dan siapapun yang masuk didalamnya. Karena secara lahir dan fisik telah suci dan bersih maka seyogyanya membawa dampak lahir dan batin bagi siapapun yang masuk didalamnya.
Sebagai self reminder, tentu kita perlu bertanya pada diri sendiri, “Apakah kita sudah merasa tenang dan nyaman ketika masuk ke Masjid kita sendiri? Apakah kita masih tergesa-gesa dalam berdoa dan ingin segera pulang ketika selesai menjalankan shalat berjamaah misalnya? Apakah masih kesulitan merasakan kekhusyu’an dan tuma’ninah ketika sedang shalat? Jika jawabannya belum, berarti masjid kita belum keramat. Belum masuk kategori makna yang kedua dari pengertian keramat. Maka inilah pekerjaan rumah kita bersama; pengurus takmir, jama’ah, Ustadz, Mubaligh, dan Kyai yang berkecimpung di dalamnya.
Menjadikan Masjid sebagai tempat yang keramat secara fisik itu mudah. Secara awam ia akan otomatis terstigma sebagai tempat ibadah yang harus disucikan dan dijaga kesuciannya. Namun secara khusus harus ada nilai (value) secara kualitas dalam setiap pergerakan (ibadah) yang dilakukan didalamnya. Baik pergerakan vertikal yang berbau kelangitan (akhirat) maupun horizontal yang beraroma kebumian (duniawi).
Value seperti apa yang dimaksud? Tidak lain adalah keikhlasan. Keikhlasan individu dan kolektif yang muncul dari hati sanubari yang paling dalam. Apapun bentuk pergerakan dan peribadatan, siapapun yang bergerak dalam gerakan ubudiyah harus menyertakan nilai-nilai keikhlasan. Karena penentu kualitas (ruh) dari setiap implementasi ibadah tidak lain adalah kesucian dan kebersihan kita masing-masing baik yang bersifat fisik dan non fisik.
Mengeramatkan masjid tentu tidak hanya dengan aktifitas rutin ibadah harian seperti shalat lima waktu dan membaca Al Quran, shalat Jum’at setiap minggunya, Tarawih dibulan Ramadhan dan i’tikaf setiap tahunnya. Namun memfungsikan masjid sebagai tempat belajar bersama jama’ah dan masyarakat dengan kegiatan kajian dan mudzakarah. Dan yang ketiga, dengan menjalankan fungsi sosial seperti memberikan santunan kepada kaum dhu’afa disekitar masjid.
Dengan kata lain, masjid harus menjadi tempat peningkatan kompetensi kognitif keagamaan jama’ah didalam dan sekitarnya. Peningkatan wawasan ke-Islaman dan nilai-nilai yang berkemajuan dan universal menggunakan Al Quran dan kitab-kitab Hadits yang sahih sebagai rujukan. Masjid yang tidak hanya didesain sebagai pusat ibadah, tarbiyah (pendidikan), pengkaderan, pendadaran (pelatihan) dan pembinaan kader ummat. Namun sekaligus menjadi tempat penyebaran kemaslahatan dan keberkahan bagi ummat.
Fainsya Allah ketika tugas pokok peran dan fungsi (tupokpersi) masjid dijalankan dengan benar maka masjid kita akan menjadi tempat yang keramat secara lahir dan batin, hari ini dan nanti. Masjid yang tidak hanya didatangi kaum muslimin untuk beribadah, berserah diri dan bersujud dihadapan Sang Maha Kuasa, namun juga didatangi para Malaikat karena aktifitas dan doa-doa yang kita panjatkan dengan tulus ikhlas.
Masjid harus memberikan pengalaman-pengalaman spiritual yang akan meningkatkan kesadaran, keimanan, dan ketakwaan bagi jama’ah dan siapapun yang masuk didalamnya. Bahkan harus menjadi inspirasi berta’awun dalam kebaikan dan takwa bagi masyarakat sekitarnya dan diluar jama’ah. Menjadikan masjid keramat sama halnya menjadikannya mulia. Sebagaimana adaptasi kata karoma-karim dari Bahasa Arab yang berarti kemuliaan. Kemuliaan yang dinisbatkan Allah SWT karena iman, amal salih, dan keikhlasan penghuninya.
Dengan analogi surat Al Hujurat ayat 13, “Orang yang paling mulia diantara kamu adalah orang yang paling baik kualitas ketakwaannya.” Maka tempat yang paling mulia bagi kita ummat muslim tentu masjid jawabannya. Mulia karena keistiqomahan menjalankan perintah wajib dan Sunnah secara sustainable (lumintu) sesuai tupokpersinya. Sehingga wajib bagi seluruh penghuni masjid untuk menjaga kekeramatannya secara personal dalam kaitannya menjaga kekeramatan masjid itu sendiri.
Mudah-mudahan masjid kita masuk kategori keramat, mulia, beriman dan bertakwa. Dan yang terpenting lagi adalah seluruh jama’ahnya memiliki kekeramatan, kemuliaan, keimanan dan ketakwaan secara horizontal dan vertikal. Sehingga Allah SWT akan menunjukkan jalan keluar dalam setiap kesulitan dan memberi rizki dari arah yang tidak kita sangka sebagaimana janji Allah SWT untuk orang yang bertakwa dalam surat At Thalaq ayat 2-3. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin
Allahu a’lam