Muhammadiyah Bukan Dahlaniyah

Muhammadiyah Bukan Dahlaniyah ini ditulis oleh Muhammad Mauludy Falaakhy, Mahasiswa S2 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).

Beberapa waktu yang lalu, salah satu media masa swasta Tempo memberitakan penemuan naskah atau kitab fikih jilid telu yang disebut sebagai karangan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, isi kitab itu mengajarkan shalat Shubuh dengan do’a qunut, mengucapkan ushalli bersuara saat akan takbiratul ihram, serta bacaan doa setelah shalat dengan lantunan keras (jahar) mirip dan identik seperti dilakukan jamaah Nahdhatul Ulama (NU). Berita ini Kemudian viral di media social bahwa Ahmad Dahlan pun bisa dianggap sebagai Muhammadinu Atau Nuhammadiyah.

Ada oknum yang ingin membangun opini khususnya Masyarakat jamaah NU, bahwa Muhammadiyah saat ini telah dicampuri dengan ajaran-ajaran wahabi, bukan lagi yang asli dikarenakan KH. Ahmad Dahlan sendiri mengamalkan amaliah-amaliah NU seperti sholat subuh dengan qunut serta shalat tarawih 23 rakaat.

Oknum ini beranggapan bahwa ajaran yang dibawah oleh KH. Ahmad Dahlan itu “ditahrif” atau telah diubah semenjak kepemimpinan KH. Mas Mansur pada tahun 1927 yang kemudian mendirikan Majelis Tarjih. Aggapan yang kliru ini berkembang bahwa Majelis Tarjih Muhammadiyah merupakan kelompok wahabi yang mengkhianati KH. Ahmad Dahlan. karena sebab itu oknum ini mengambil kesimpulan bahwa Muhammadiyah itu sebenarnya segaris dengan NU, hanya sekarang Muhammadiyah telah dikuasai kelompok wahabi dan sudah bukan Muhammadiyah yang asli seperti awal berdirinya.

Beberapa Pimpinan Muhammadiyah seperti Prof. Dr. Munir Mulkhan, Dr. Abdul Mu’thi serta sebagian besar anggota muhammadiyah meragukan keaslian naskah fikih jilid telu KH Ahmad Dahlan tersebut.
Pada https://majalah.tempo.co/read/intermezzo/151024/muhammadiyah-bukan-dahlaniyah Dr. Abdul Mu’thi menyatakan bahwa KH Ahmad Dahlan tidak meninggalkan tulisan dalam bentuk kitab, buku atau apa pun. Karya Tulisan yang pernah beliau buat hanya satu Yakni “tali Pengikat Hidup”, yang kemudian dibacakan dalam kongres di Cirebon pada 1920-an. Di kalangan peneliti muhammadiyah,seperti Najib Burhani, Achamad Jainuri, Mitsuo Nakamura tidak ada yang pernah menemukan kitab jilid telu tersebut.

Baca Juga :  Umsida Mengajar Usai, Begini Kesannya
Baca Juga :  Pemuda Muhammadiyah Terjunkan Tim. Cek Kebenaran Bungker Senjata di Masjid

Secara formal paham agama Muhammadiyah mungkin saja berbeda dengan KH Ahmad Dahlan dalam hal jumlah bilangan rakaat terawih atau doa qunut karena muhammadiyah itu bukan dahlanisme. Organisasi muhammadiyah gerakan mengajak kembali kepada ajaran nabi Muhammad SAW dengan menjadikan Al-qur’an dan hadits yang sahih sebagai pedoman, memurnikan aqidah dan Ijtihad. Yang diambil muhammadiyah adalah prinsip – prinsip ajaran islam, bukan ajaran pribadi.

Pada masa KH Ahmad Dahlan belum dibentuk tarjih. Semuanya menggunakan prinsip lama. Kemudian sejak pada masa KH Mas Mansyur Fikih baru menjadi perhatian dengan didirikan majelis tarjih. Dalam majelis ini dicari serta ditelusuri dalil dalil yang dijadikan rujukan dalam melaksanakan beribadah, dalil dicari yang paling kuat.

Bisa saja Muhammadiyah di masa awal berdirinya, fikih ubudiyahnya sama dengan NU sesuai teks naskah yang ada dalam fikih jilid telu tersebut. Tapi karena Muhammadiyah mempunyai lembaga kajian fiqih (Majlis Tarjih), hukum-hukum fikih tersebut bisa berganti ketika ditemukan hadis-hadis atau tafsir Al-Quran yang lebih kompatibel dengan masa nya.

Meskipun demikian Muhammadiyah mungkin tidak bisa lepas dari peran tokoh pendirinya Kyai Dahlan. Pemahaman dahlaniyah harusnya bisa dimaknai bukan kemudian kita mengikuti seluruh amalia pendiri muhammadiyah sebagai sunnah.

Namun kita mengikuti bagaimana semangat yang telah diajarkan kyai Dahlan memberantas syirik, bid’ah, dan khurafat, bagaimana semangat mengamalkan surat al maun yang kemudian berwujud kepedulian beliau terhadap fakir miskin.

Agama Islam, bagi kyai yang pernah dituduh sebagai Kyai kafir karena upayanya meluruskan arah kiblat ini tidak boleh hanya sekedar menjadi agama yang bersifat ritual saja, namun Islam harus juga memiliki kepedulian sosial. Selain itu didirikannya muhammadiyah oleh kyai dahlan bertujuan menafsirkan ajaran islam secara modern, membebaskan manusia dari ikatan ikatan tradisionalisme, konservatisme dan formalism yang membelenggu hidup dan kehidupan masyarakat.

Baca Juga :  Suara Muhammadiyahdan Hari Pers Nasional
Baca Juga :  MCCC Sidoarjo Siapkan Lumbung Pangan Bantu Warga Terdampak Covid-19

Muhammadiyah gerakan yang berkemajuan, dalam artian berorientasi kekinian dan masa depan. Muhammadiyah mempunyai sloga “sedikit bicara banyak bekerja”. Meskipun jumlahnya sedikit namun amal usahanya berkembang dibanyak tempat, sehingga mempunyai kemandirian dan tidak bergantung pada kekuasaan.

Pembahasan Masalah Ideologi memang sangat luas, dalam Muhammadiyah Ideologi ialah “keyakinan hidup” (H.M. Djindar Tamimy, 1968:6). Jika disimpulkan bahwa ”ideologi Muhammadiyah” ialah “seperangkat pemikiran dan system perjuangan untuk mewujudkannya” atau “system paham dan perjuangan untuk mewujudkannya”, yakni “paham islam dan system gerakan Muhammadiyah”.

Jadi bukan hanya paham atau pemikiran, tetapi juga system gerakannya. Ideologi bukan sekedar paham tetapi system paham, bukan sekedar system paham tetapi juga system perjuangan untuk mewujudkan paham tersebut dalam kehidupan.

Jika mengacu pada buku MANHAJ GERAKAN MUHAMMADIYAH Ideologi, Khittah, dan Langkah yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah pembahasan Ideologi terkait dengan delapan point yakni : (1) Muqaddimah Anggran Dasar Muhammadiyah, (2) Masalah Lima : Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, Qiyas (3) kepribadian Muhammadiyah, (4) Matan Keyakinan dan Cita – Cita Hidup Muhammadiyah, (5) Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, (6) Pernyataan Pikiran Muhammadiyah, (7) Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah : keputuasan Tanwir Muhammadiyah 2007, (8) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.

Yang menjadi ciri khas kepribadian muhammadiyah yakni “Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar”. Beberapa faktor yang menyebabkan berdirinya Muhammadiyah: pertama, kehidupan beragama menurut tuntunan Al – Qur’an dan Hadits tidaklah tegak, disebabkan merajalelanya perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat sehingga menyebabkan islam menjadi beku. kedua, keadaan bangsa umumnya dan ummat islam khususnya sangat menyedihkan sekali, yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan kemunduran.

Baca Juga :  PDM Sidoarjo Imbau Warga Muhammadiyah Jama'ah Salat Tarawih di Rumah, Masyhud ; Ini Kesempatan Para Bapak Jadi Imam Keluarga
Baca Juga :  Sambut Ramadan, Ulama dan Imam Masjid di Sidoarjo Ikuti Vaksinasi

Ketiga, kegagalan dari lembaga Pendidikan Islam yang tidak dapat memenuhi tuntutan kemajuan zaman, akibat dari sikap mengisolir diri dari pengaruh luar.

Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, “terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT. Pikiran pikiran baru di bidang pelaksanaan ajaran islam telah berkembang tetapi tetap dengan landasan Qur’an dan Hadits. Segala usaha yang dirintis oleh Muhammadiyah baik di bidang agama, pendidikan dan social telah membudaya di tengah masyarakat. Muhammadiyah mencerdaskan masyarakat dari bawah melalui cara memperbaharui system pendidikan islam secara modern sesuai tuntutan zaman, dengan dakwahnya yang berkemajuan dan mencerahkan.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

22FansLike
113FollowersFollow
SubscribersSubscribe
- Advertisement -

Latest Articles